Kamis, 19 Maret 2020

Sejarah Dan Kebutuhan E-Learning


    E-learning sebenarnya sudah mulai dipopulerkan sejak tahun 1960, ketika ditemukannya program Computer Based Training pertama (CBT program). Program ini juga dikenal dengan nama PLATO (Programmed Logic for Automated Teaching Operations). Program tersebut dibuat untuk para mahasiswa yang belajar di University of Illinois, namun akhirnya program tersebut digunakan di sekolah-sekolah hampir di seluruh daerah disana.
     Sistem e-learning pertama benar-benar hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi untuk para siswa (trainee). Namun ketika memasuki tahun 70-an, e-learning mulai menjadi lebih interaktif. Universitas di Inggris sangat ingin menggunakan e-learning. Sistem pendidikan mereka telah berfokus pada pembelajaran jarak jauh. Pada saat itu, materi kursus yang disampaikan melalui pos dan komunikasi dengan pengajar (trainer) masih melalui surat. Sedangkan dengan internet, Universitas Terbuka mulai menawarkan jangkauan yang lebih luas dari pengalaman belajar interaktif serta komunikasi lebih cepat dengan siswa melalui e-mail.
       Kemudian di tahun 1990, saat CBT masih populer digunakan, mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Di dalamnya terdapat isi materi berbentuk tulisan maupun multimedia (video dan audio) dalam format mov, mpeg-1, atau avi. Materi-materi pembelajaran tersebut di tahun 1994, muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan kemudian diproduksi secara massal.
       Produksi materi-materi pembelajaran masih berlangsung hingga berkembangnya komputer dan internet pada akhir abad 20 dan desain e-learning pun semakin berkembang. Penemuan Mac pada tahun 80-an membuat orang-orang dapat memiliki komputer di rumah dan menjadikan pembelajaran lebih mudah. Kemudian dalam dekade berikutnya, lingkungan belajar virtual mulai benar-benar berkembang, sehingga orang-orang bisa mengakses informasi secara online.
       Pada tahun 1997, Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak dan jarak serta tempat sudah bukan lagi hambatan. Dari sinilah Learning Management System muncul. Perkembangan Learning Management System (LMS) yang makin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Committee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dan sebagainya.
Kemudian sekitar tahun 2000, perkembangan LMS mulai menuju ke arah aplikasi e-learning berbasis web. Aplikasi LMS berbasis web tersebut berkembang secara total, baik untuk peserta trainee, trainer maupun administrator. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia, video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar dan berukuran kecil. (http://learningsuite.id/2018/03/22/1228/)
Kebutuhan E-Learning
Menurut  data  elearningindustry.com, industri pendidikan online di Indonesia menempati urutan ke-8 di seluruh dunia.
Berdasarkan jumlah permintaan market e-learning  setiap tahunnya, yaitu sebesar 25 persen. Lebih besar dari rata-rata di Asia Tenggara sebesar 17,3 persen.
Indonesia, Tiongkok, Amerika, India, dan Brasil, memiliki peluang yang menjanjikan di tahun 2017 karena diproyeksi mengalami peningkatan e-learning market sejumlah 12,2 miliar dolar AS.
Tahun ini juga, Indonesia akan menjadi top  5 buyers of mobile learning products and services di seluruh dunia.
“Peluang bertumbuhnya bisnis e-learning di Indonesia sangat besar dan prospektif. Ditandai dengan naiknya jumlah permintaan akan kebutuhan e-learning setiap tahunnya,” kata Chief Business Development Officer WIR Group Peter Shearer.
Namun, tetap juga diperhatikan bahwa industri yang bergerak dibidang edukasi dan teknologi (Edtech) perlu memiliki kredibilitas dan memperhatikan kurikulum yang memadai.
Hal inilah yang menggugah Squline untuk menjalin kerjasama dengan Pusat Pengkajian Bahasa (PPB) Atma Jaya untuk pengembangan kurikulum Bahasa Inggris yang dipadukan dengan metode belajar secara online.

Kerja sama ini diharapkan akan meningkatkan mutu dan sistem belajar guna memenuhi standar internasional.
Squline merupakan platform yang menghubungkan siswa dengan guru profesional untuk belajar bahasa asing (Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Jepang) secara online.
Dirintis sejak 2013, Squline kini memiliki 3.000 siswa yang tersebar di wilayah Jawa-Bali dengan 120 guru.

CEO Squline Tomy Yunus mengatakan,  pola pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia yang berjalan saat ini, masih mengutamakan penguasaan tata bahasa daripada ketrampilan untuk berkomunikasi.
Sehingga, materi belajar dirasa kurang relevan dengan kondisi atau kebutuhan Bahasa Inggris saat ini.
“Kerjasama PPB Atma Jaya dengan Squline  berfokus pada pembuatan kurikulum yang up to date dan disesuaikan dengan relevansi kehidupan sehari-hari,” ujar Tomy kepada wartawan saat diskusi tentang ‘Bagaimana Teknologi Membantu Pendidikan di Tanah Air.
Serta Apa Saja Hal Menarik Yang Mungkin Terjadi Di Tahun 2018 Pada Industri EdTech di Indonesia’ di Jakarta Smart City Hive, belum lama ini.
Selain itu, Squlilne juga akan menyediakan kurikulum dan materi belajar yang dievaluasi ataupun diperbaharui setiap enam bulan sekali.
Materi belajar Bahasa Inggris akan diadopsi ke platform Learning Management System (LMS) milik Squline.
“Tahun depan kami akan meluncurkan fitur baru, yaitu chatting with teacher,” ujar Tomy.

Kepala PPB Atma Jaya Katharina Endriati Sukamto  mengatakan, kerjasama dengan Squline didasari bahwa teknologi sudah jadi kebutuhan utama di dunia, termasuk pendidikan bahasa.
Kerja sama dengan Squline untuk meluncurkan kurikulum Bahasa Inggris agar mudah diakses dan dipelajari oleh siswa siswi di tanah air.
“Harapan kami, dengan kerjasama ini sistem dan mutu pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia menjadi lebih baik dan lebih memberi manfaat positif bagi para pembelajar Bahasa Inggris,” ujar Katharina di kesempatan yang sama 
Dari sisi harga, Squline mematok biaya kursus mulai dari Rp 500 ribu/bulan, satu minggu dua kali dan masing-masing selama 25 menit.
Selain belajar Bahasa Inggris untuk pemula, Squline juga menyediakan kelas belajar untuk anak-anak dan juga profesional muda yang ingin lebih fasih  berbahasa Inggris.
“Sebagian besar atau 80 persen pembelajaran yang dipilih Bahasa Inggris. Sisanya baru belajar Bahasa Mandarin dan Jepang,” ujar Tomy.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Dalam Kelas Online: (Blog atau Chat)

Komunikasi Dalam Kelas Online: (Blog atau Chat) A.    Sejarah Mengenai Lahirnya Komunikasi dalam Kelas Online Berdasarkan sejar...